24 Mei 2009

Logika

Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.

Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia) atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur.

Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.



Logika sebagai ilmu pengetahuan

Logika merupakan sebuah ilmu pengetahuan dimana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi ketepatannya.

Logika sebagai cabang filsafat

Logika adalah sebuah cabang filsafat yang praktis. Praktis disini berarti logika dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain dengan menunjukkan kesesatan penalarannya.

Logika digunakan untuk melakukan pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak. Secara tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai cabang matematika.

Sejarah Logika

Masa Yunani Kuno

Logika dimulai sejak Thales (624 SM - 548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta.

Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.

Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu.

Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:

  • Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
  • Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
  • Air jugalah uap
  • Air jugalah es

Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta.

Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini.

Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.

Buku Aristoteles to Oraganon (alat) berjumlah enam, yaitu:

  1. Categoriae menguraikan pengertian-pengertian
  2. De interpretatione tentang keputusan-keputusan
  3. Analytica Posteriora tentang pembuktian.
  4. Analytica Priora tentang Silogisme.
  5. Topica tentang argumentasi dan metode berdebat.
  6. De sohisticis elenchis tentang kesesatan dan kekeliruan berpikir.

Pada 370 SM - 288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin Lyceum, melanjutkan pengembangn logika.

Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM - 226 SM pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.

Porohyus (232 - 305) membuat suatu pengantar (eisagoge) pada Categoriae, salah satu buku Aristoteles.

Boethius (480-524) menerjemahkan Eisagoge Porphyrius ke dalam bahasa Latin dan menambahkan komentar- komentarnya.

Johanes Damascenus (674 - 749) menerbitkan Fons Scienteae.

Abad pertengahan dan logika modern

Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti De Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus dan karya Boethius masih digunakan.

Thomas Aquinas 1224-1274 dan kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika.

Lahirlah logika modern dengan tokoh-tokoh seperti:

  • Petrus Hispanus (1210 - 1278)
  • Roger Bacon (1214-1292)
  • Raymundus Lullus (1232 -1315) yang menemukan metode logika baru yang dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam aljabar pengertian.
  • William Ocham (1295 - 1349)

Pengembangan dan penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes (1588 - 1679) dengan karyanya Leviatan dan John Locke (1632-1704) dalam An Essay Concerning Human Understanding

Francis Bacon (1561 - 1626) mengembangkan logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum.

J.S. Mills (1806 - 1873) melanjutkan logika yang menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic

Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti:

  • Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716) menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus. Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian.
  • George Boole (1815-1864)
  • John Venn (1834-1923)
  • Gottlob Frege (1848 - 1925)

Lalu Chares Sanders Peirce (1839-1914), seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di John Hopkins University,melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce's Law) yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs)

Puncak kejayaan logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970).

Logika simbolik lalu diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein (1889-1951), Rudolf Carnap (1891-1970), Kurt Godel (1906-1978), dan lain-lain.

Logika sebagai matematika murni

Logika masuk kedalam kategori matematika murni karena matematika adalah logika yang tersistematisasi. Matematika adalah pendekatan logika kepada metode ilmu ukur yang menggunakan tanda-tanda atau simbol-simbol matematik (logika simbolik). Logika tersistematisasi dikenalkan oleh dua orang dokter medis, Galenus (130-201 M) dan Sextus Empiricus (sekitar 200 M) yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.

Puncak logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970).

Kegunaan logika

  1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
  2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
  3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.
  4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis
  5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir, kekeliruan serta kesesatan.
  6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
  7. Terhindar dari klenik , gugon-tuhon ( bahasa Jawa )
  8. Apabila sudah mampu berpikir rasional,kritis ,lurus,metodis dan analitis sebagaimana tersebut point 1 maka akan meningkatkan citra diri seseorang.

Macam-macam logika

Logika alamiah

Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.

Logika ilmiah

Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta akal budi.

Logika ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.

Referensi

  1. Pengantar Logika. Asas-asas penalaran sistematis. Oleh Jan Hendrik Rapar. Penerbit Kanisius. ISBN 979-497-676-8
  2. Logika Selayang Pandang. Oleh Alex Lanur OFM. Penerbit Kanisius 1983. ISBN 979-413-124-5

22 Mei 2009

MENGURAI KESEMBRAUTAN TATA POLITIK REZIM SUHARTO

Dasar pemikiran ini di tulis dalam rangka melaksanakan reformasi dalam bidang politik. Kesempatan besar ini di peroleh bangsa kita setelah Suharto ( pemimpin orde baru) mengundurkan diri sebagai presiden pada 21 Mei 1998, akibat impasse politik parah sejak 1996 di tambah krisis moneter berat pertengahan 1997. Disini, reformasi di artikan tak lain dari redemokratisasi. Maksudnya adalah penegakan kembali system politik yang mendaulatkan rakyat, lantaran system politik masa orde baru telah menafikkan prinsip kedaulatan rakyat selama 32 tahun. Ini sekaligus pembongkaran topeng-topeng demokrasi yang di sebut dengan demokrasi terpimpin dan demokrasi pancasila.

Setiap demokrasi sejati menuntut pemenuhan keabsahan esensial dan keabsahan prosedural, keabsahan tujuan dan keabsahan cara secara sama utuh. Pada demokrasi sejati mana pun tujuan dan cara selalu sama penting. Melalui pemenuhan persyaratan inilah rasionalitas politik dan akuntabilitas pemerintahan terlaksana dengan sebaik-baiknya.

Mata rantai terpenting dalam mekanisme demokrasi adalah pemilihan umum. Rezim Orde Baru mematikan demokrasi di Indonesia dengan mendistorsikan mata rantai sentral itu, terutama melalui UU Pemilihan Umum,UU susunan dan kedudukan MPR/DPR serta UU Parpol dan Golkar. Secara politis itu sengaja di rancang untuk mematikan demokrasi di Indonesia atas dasar asumsi-asumsi politik yang miopik dan irasional. Dalam rangka redemokratisasi, mau tak mau harus kembali melaksanakan pemilihan umum. Untuk kita harus mencabut UU politik orde baru.

Dua hal perlu di jabarkan dalam rangka upaya redemokratisasi itu.

1. Kausalitas historis system politik orde baru

Orde Baru lahir dari keadaan darurat dari suatu impasse politik yang terancam perang saudara dan perekonomian yang berada di bibir kebangkrutan. Untuk mengatasinya, Suharto menerapkan solusi politik yang juga bersifat darurat. Sifat darurat ini tercermin jelas dalam tiga praksis :

· Pemusatan kekuasaan

· Kecepatan pengambilan keputusan

· Pelaksanaan seketika ( instant implementation)

Ketiga praksis ini melangkahi keabsahan prosedural dan proses musyawarah dengan wakil-wakil rakyat yang sesungguhnya. Dua kondisi yang memang sudah di korupsi dan di simpangkan dalam keseluruhan mekanisme system politik Orde Baru.

Undang-undang politik serta berbagai ketetapan dan praktik penunjangnya di buat demikian agar kebijakan politik dari atas bisa di laksanakan dengan sedikit perdebatan atau musyawarah. Arti musyawarah sengaja di rusak dengan melengketkan kata mufakat padanya. Tujuannya adalah untuk memudahkan serta mempercepat terciptanya stabilitas politik dan pembangunan ekonomi. Dalam kontek periode 1966-1969 yang bersifat darurat itu, kebijakan monopolistic demikian merupakan keharusan, namun jelas tidak dalam kontek politik 1975-1995. pada pertengahan 1980-an, Bank Dunia menyebut kebijakan ini sebagai cerita sukses, betapun lemahnya cerita itu dalam titikan yang seksama.

Tanda-tanda tentang adanya problem mendasar kebijakan itu sudah terlihat pada awal 1970-an dan itu muncul ajeg dari waktu ke waktu dalam bentuk rentetan skandal ekonomi serta kebiadaban politik darurat oleh presiden Suharto. Ini jelas terlihat dalam peristiwa Malari, Timor timur, Pembantaian Priok, Peristiwa Lampung, Pembantaian Dili, dan peristiwa 27 juli. Kian lama kian nyatalah bahwa system politik darurat monopolistic yang merupakan solusi orde baru atas keadaan darurat 1966-1969 menolak akuntabilitas, pantang di koreksi, menutup setiap celah menuju pembaharuan dan keterbukaan serta hanya menunjang kelansungan dirinya sendiri.

Dengan system demikian praktis bangsa Indonesia kembali terjajah sejak 1975. Pada tahun ini mestinya Suharto sudah menghentikan system politik daruratnya akan tetapi dia justru meneruskan solusi model tersebut dengan kembali mengukuhkan UU Politik dan ekonomi sudah beberapa tahun berlalu.

Dalam solusi darurat itu, militerisme pada hakikatnya berperan sentral. Seperti halnya dalam keadaan darurat perang, hanya boleh ada satu komando. Ia tak boleh di pertanyakan, apalagi di bantah. Kelima UU politik yang ada itu bertujuan mengabadikan Suharto pada posisi kepala Negara, dari pengabdian demikianlah mengalir proyek-proyek besar yang bersifat monopoli, korupsi, kolusi, dan nepotisme yang sangat merusak sendi-sendi kehidupan politik, ekonomi, serta hukum kita. Yang jelas mengorbankan rakyat banyak dan regenerasi mendatang.

Sejak 1995, kian tajam dan meningkatlah frekuensi kritis terhadap pemerintahan Suharto, kususnya dari kalangan ahli, intelektual, dan tokoh masyarakat bahwa kita sudah dekat dalam ambang kehancuran.semua itu hanya sia-sia berhadapan dengan keangkuhan, ketakpedulian, dan keserakahan rezim Suharto.

Nah dari itu, kita sudah mengetahui kesembarutan rezim Suharto, di awal dasar pemikiran ini juga sudah kita tegaskan bahwa reformasi berarti redemokratisasi yang sekaligus menuntut pengbongkaran topeng-topeng demokrasi sebelumnya. Yang di sebut Demokrasi terpimpin jelas tidak mengikuti keabsahan procedural demokrasi. Keabsahan esensial/ tujuan terpenuhi jika kebijakan dan praktik pemerintahan sejalan dengan negara dan cita-cita kemerdekaan kita. Keduanya tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Keabsahan prosedural/ cara terpenuhi jika kita memberlakukan secara serempak dan terpadu prosedur demokrasi dalam enam lembaga:

· system kepartaian

· system pemilihan umum

· lembaga perwakilan rakyat

· lembaga eksekutif

· lembaga peradilan

· lembaga pers

Dengan ke enam unsur demokrasi inilah rasionalitas politik dan akuntabilitas pemerintahan yang mendaulatkan rakyat itu terlaksana dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi pada masa Demokrasi terpimpin terutama masa Orde Baru telah melakukan penafian terhadap keabsahan prosedur dan esensial lantaran tak berlakunya control yang seimbang dan setara. Dasar Negara menghendaki untuk mendaulatkan rakyat dan masa orde baru melanggar serta merampas kedaulatan itu sendiri. Ini di lkutkan dengan melaksanakan lima paket UU politik serta tak terhitung kebijakan serta praktik tambahannya. Secara singkat dapat di katakan bahawa system politik orde baru yang menekankan kekuasaan dan pengambilan keputusan serta instans implementation itu di tandai oleh tiga problem yang inheren :

· Sempitnya wawasan tentang stabilitas politik

· Berperannya “kecemasan-kecemasan traumatis”

· Kurangnya antisipasi dalam hal tujuan ideal dan tujuan praktis orde baru.

2. Anatomi problematik system politik orde baru

A. Empat masalah pertama

· Stabilitas politik di reduksi atau didistorsi menjadi stabilitas kekuasaan (power stability) yang sama sekali tidak di iringi dengan stabilitas pemerintahan (government stability).

· Pembangunan nasional menjadi sekedar pertumbuhan ekonomi yang amat timpang dan berpihak pada sentral serta menafikkan sektor tradisional.

· Rekayasa politik yang mengikat segenab kekuatan yang bisa di kooptasi dalam sandiwara perwakilan rakyat an terus memecah belahkan potensi masyarakat yang menghendaki akuntabilitas dan rasionalitas politik dalam rangjka monipoli kekuasaan, sebenarnya reaktualisasi politik kolonial.

· Kebijakan dan praktik monopoli politik akibat solusi darurat Orde Baru segera meluas dan merasuk ke bidang-bidang kehidupan lain.

B. Lima masalah kedua

· Fungsi dan rasionalitas lembaga-lembaga yang niscaya dalam rangka demokrasi seperti kepartaian, pemilihan umum, perwakilan rakyat, kepresidenan, peradilan, dan penerangan(kusus pers) secara sistemik di selewengkan untuk memenuhi tujuan-tujuan sebaliknya.

· Birokrasi sipil dengan doktrin monoloyalitas dan doktrin dwifungsi ABRI di reduksi/didistorsi menjadi dua alat pelestarian rezim.

Dwifungsi ABRI sendiri merupakan distorsi empat tingkat yang bertentangan dengan rasionalisasi politik.

1. Distorsi dari penerapan solusi darurat atas keadaan politik darurat dari zaman revolusi kemerdekaan yakni TNI tidak sekadar menjadi alat mati kekuasaan menjadi solusi juga ata keadaan normal.

2. Distorsi dari kehendak untuk ikut duduk dalam lembaga tertinggi atau strategi penentu jalannya Negara kita menjadi pengaryaan anggota TNI secara amat luas ke tak hitung posisi dan jabatan sipil.

3. Distorsi manusia dewa yakni tuntutan zaman modern yang menghendaki spesialisasi dan profesionalisme atas segala bidang-bidang.

4. Distorsi dari tuntutan zaman modern untuk menyerahkan masalah pada ahlinya atas dasar merit dan kembali terperangkap pada pandangan primitive untuk memberikan kepemimpinan kepada yang kuat dan punya senjata. Itu tentu saja berujung pada distorsi konstitusional yakni beralih dari prinsip Negara hokum ( rechstaat ) ke prinsip Negara kekuasaan (Machstaat).

· Irasional dan diskriminasi sistemik yang di lakukan lewat doktrin dwipungsi ABRI, pada diskriminasi ke partaian pun di lakukan lewat partai Golkar.

· Sebagai dua tiang utama system politik Orde Baru, baik dwipungsi ABRI maupun Golkar akhirnya menjadi sarana bagi para pemangku privilese politik . Oleh karena itu, jadilah mereka selama Orde Baru kumpulan warga Negara kelas satu dan mayoritas warga di luarnya sebagai kumpulan warga Negara kelas dua.

· Pertanggungjawaban presiden selama orde baru lagi-lagi didistorsikan dengan mengagendakan pertanggung jawab itu kepada MPR yang baru di resmikan, bukan kepada MPR yang mestinya membawahi presiden selam siklus lima tahun pemerintahannya.

Dengan distorsi ini, jelaslah bahwa system politik darurat/ monopolistik Orde Baru sekaligus bersifat irasional, miopik, kerdil, primitive, merampas kedaulatan rakyat dan mengkhianati cita-cita kemerdekaan RI. Kesembrautan itu ternyata meledak pada tahun 1998 yang di lakukan oleh para agent of change yaitu mahasiswa yang menginginkan reformasi. Dengan mengetahui itu kita hari ini selaku rakyat Indonesia sadar dan akan melakukan perubahan-perubahan yang bersifat membangun. Semoga kita tidak terjebak oleh tipe rezim Suharto yang menghancurkan generasi mendatang.

14 Mei 2009

aku bukanlah yang kau kira

aku adalah sosok pendiam yang ngak suka terlalu marketing, aku ngak bicara berarti aku sedang berpikir. aku berpikir maka aku ada, dengan adanya aku maka aku berpikir. bukannya tidak adanya aku aku tidak berpikir, melainkan aku mati jika aku tidak berpikir. jika aku berpikir maka aku akan ada dengan sendirinya, berpikir menurutkan hal yang urgen. tanpa berpikir otakku mati menyusut seolah-olah balon seperti "kempes"...he...berpikir kadang kala membuatku bingung karena aku berpikir tidak muat dalam otakku. aku memaksa pikiranku karena aku merasa pikiranku akan bekerja jika berpikir. matilah aku jika aku berpikir demikian, otakku tidak kenal dengan kata memaksa...memaksa hanya untuk orang yang berpikir otoriter..otoriter matilah pikiranmu...pikiranku bukan seperti otoriter, gayanya seperti robot yang selalu memaksa otak untuk bekerja...hidup berpikir.....salam dari ahli pikir yang goblokxxxxxxxxxssss...

Salam Perjuangan

assalamualaikum.wr.wb
salam silaturrahim bagi segenab sahabt/i mahasiswa SAINTEK UIN Malang, semoga semuanya selalu di berkahi Tuhan dalam menjalani amanah yang di emban.

blog ini merupakan langkah awal dari kita untuk menyambung silaturrahim dan komunikasi antara mahasiswa dengan lembaga mahasiswa Fakultas SAINTEk. semoga ini menjadi terobosan yang baik untuk ke depannya..
salam perjuangan, jangan berhenti bergerak walaupun sedetik...
bijaksanalah dalam kehidupanmu...